Beranda | Artikel
Safinatun Naja: Syarat dan Pembatal Wudhu
Sabtu, 4 Desember 2021

Kali ini kita masuk bahasan keempat dari Safinatun Naja mengenai syarat dan pembatal wudhu.

 

[Syarat Wudhu]

شُرُوْطُ الْوُضُوْءِ عَشَرَةٌ:

1- الإِسْلاَمُ.

وَ2- التَّمْيِيْزُ.

وَ3- النَّقَاءُ عَنِ الْحَيْضِ، والنِّفَاسِ.

وَ4- عَمَّا يَمْنَعُ وُصُوْلَ الْمَاءِ إِلَى الْبَشَرَةِ.

وَ5- أَنْ لاَ يَكُوْنَ عَلَى الْعُضْوِ مَا يُغَيِّرُ الْمَاءَ.

وَ6- الْعِلَمُ بِفَرْضِيَّتِهِ.

وَ7- أَنْ لاَ يَعْتَقِدَ فَرْضَاً مِنْ فَرُوْضِهِ سُنَّةً.

وَ8- الْمَاءُ الطَّهُوْرُ.

وَ9- دُخُوْلُ الْوَقْتِ

وَ10- الْمُوَالاَةُ لِدَائِمِ الْحَدَثِ.

Fasal: syarat sah wudhu ada 10, yaitu: [1] Islam, [2] tamyiz (bisa membedakan yang baik dan buruk), [3] bersih dari haidh dan nifas, [4] bersih dari sesuatu yang menghalangi air meresap ke kulit, [5] tidak ada pada anggota wudhu  yang mengubah air, [6] mengetahui wudhu itu wajib, [7] tidak meyakini wajib wudhu sebagai sunnah wudhu, [8] airnya suci dan menyucikan, [9] masuk waktu dan [10] muwalah bagi yang terus menerus berhadats.

 

Faedah:

Syarat wudhu artinya jika salah satu tidak terpenuhi, wudhu dianggap tidak sah. Ini adalah syarat mandi pula.

Catatan: Islam dan tamyiz dibutuhkan dalam setiap ibadah.

 

1- الإِسْلاَمُ.

[1] ISLAM

Artinya: Wudhu orang kafir tidak sah.

وَ2- التَّمْيِيْزُ.

[2] TAMYIZ

Tamyiz artinya:

  • sudah paham khithab (pembicaraan) dan memberikan jawaban,
  • sudah bisa makan atau minum sendiri, sudah bisa beristinja’ sendiri,
  • sudah bisa membedakan antara kanan dan kiri (ada yang artikan: bisa membedakan yang baik dan buruk),
  • sudah bisa membedakan antara tamroh (kurma) dan jamroh (batu kerikil).

Ada berbagai pendapat yang menjelaskan apa itu tamyiz.

Tamyiz menjadi syarat orang yang berwudhu.

Catatan: Anak yang belum tamyiz tetap sah bersuci untuk thawaf.

 

وَ3- النَّقَاءُ عَنِ الْحَيْضِ، والنِّفَاسِ.

[3] BERSIH DARI HAIDH DAN NIFAS

Yang berwudhu harus bersih dari haidh dan nifas.

Yang semisal ini adalah keluar kencing. Hal ini berlaku dalam mandi wajib. Wudhu dan mandi tidak sah bersama dengan keluar mani, haidh, dan nifas.

Catatan: Wanita haidh dan nifas tetap disunnahkan mandi untuk haji atau semisalnya.

  • Tidak disyariatkan berwudhu sebelum tidur untuk wanita haidh dan nifas.

 

وَ4- عَمَّا يَمْنَعُ وُصُوْلَ الْمَاءِ إِلَى الْبَشَرَةِ.

[4] BERSIH DARI SESUATU YANG MENGHALANGI AIR MERESAP KE KULIT

Seperti kotoran yang ada di bawah kuku jika bukan dari keringat, seperti minyak padat (bukan minyak cair).

Catatan: Jika sulit dan menjadi bagian dari badan, maka bersuci tidaklah jadi masalah.

وَ5- أَنْ لاَ يَكُوْنَ عَلَى الْعُضْوِ مَا يُغَيِّرُ الْمَاءَ.

[5] TIDAK ADA PADA ANGGOTA WUDHU SESUATU YANG MENGUBAH AIR

Maksudnya, tidak ada anggota tubuh yang mengubah air dari kemutlakannya seperti ada tinta dan minyak za’faron.

Catatan: Jika sedikit di mana tidak mengubah air dari kemutlakannya, maka bersuci tidaklah jadi masalah.

وَ6- الْعِلَمُ بِفَرْضِيَّتِهِ.

[6] MENGETAHUI WUDHU ITU WAJIB

Kalau ragu akan wajibnya berwudhu atau ia anggap sunnah, wudhu tidaklah sah.

وَ7- أَنْ لاَ يَعْتَقِدَ فَرْضَاً مِنْ فَرُوْضِهِ سُنَّةً.

[7] TIDAK MEYAKINI WAJIB WUDHU SEBAGAI SUNNAH WUDHU

Artinya, orang yang berwudhu harus membedakan manakah wajib wudhu, manakah sunnah wudhu.

وَ8- الْمَاءُ الطَّهُوْرُ.

[8] AIRNYA ITU SUCI DAN MENYUCIKAN

Airnya adalah air mutlak, tidak keluar dari istilah air. Air laut dan air sumur adalah contoh air suci. Contoh air yang sudah keluar dari istilah air mutlak adalah air semangka (jus semangka), sehingga tidak bisa digunakan berwudhu.

Catatan: Air yang digunakan ini suci berdasarkan zhan kuat (sangkaan kuat).

وَ9- دُخُوْلُ الْوَقْتِ

وَ10- الْمُوَالاَةُ لِدَائِمِ الْحَدَثِ.

[9] MASUK WAKTU SHALAT DAN [10] MUWALAH BAGI YANG TERUS MENERUS BERHADATS

Orang yang terus menerus berhadats harus yakin atau zhann(sangkaan kuat) bahwa waktu shalat telah masuk, lalu ia berwudhu dengan melakukannya secara muwalah (membasuh anggota yang kedua jangan sampai anggota pertama kering), lalu ada muwalah (tidak ada jeda lama) antara wudhu tadi dan shalat.

Contoh:

Wanita istihadhah dan wanita keputihan:

  1. Berwudhu setiap kali masuk waktu shalat
  2. Muwalah: wudhu dilakukan dengan muwalah, muwalah juga ada antara wudhu dan shalat.

 

SYARAT SAH MANDI DAN WUDHU TAMBAHAN

  1. Menghilangkan najis ‘ainiyyah (yang tampak), bukan najis hukmiyyah.
  2. Mengalirkan air pada seluruh anggota tubuh.
  3. Harus yakin akan hadatsnya.
  4. Terus menerus dalam niat (dawamun niyah hukman), jangan sampai keluar dari niat mandi.
  5. Tidak ada ta’liq dalam niat, misalnya saya berniat wudhu insya Allah.

 

[Pembatal Wudhu]

نَوَاقِضُ الْوُضُوْءِ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ:

الأَولُ: الْخَارجُ مِنْ أَحَدِ السَّبِيْلَيْنِ، مِنْ قُبُلٍ أَوْ دُبُرٍ، رِيْحٌ أَوْ غَيْرُهُ، إِلاَّ الْمَنِيَّ.

الثَّانِيْ: زَوَالُ الْعَقْلِ بِنَوْمٍ أَوْ غَيْرِهِ،إِلاَّ قَاعِدٍ مُمَكِّنٍ مَقْعَدَتَهُ مِنَ الأَرْضِ.

الثَّالِثُ: الْتِقَاءِ بَشَرَتَيْ رَجُلٍ وَامْرَأَةٍ كَبِيْرَيْنِ أَجْنَبِيَّيْنِ مِنْ غَيْرِ حَائِلٍ.

الرَّابعَ: مَسُّ قُبُلِ الآدَمِيِّ، أَوْ حَلْقَةِ دُبُرِهِ بِبَطْنِ الرَّاحَةِ، أِوْ بُطُوْنِ الأَصَابعِ.

Fasal:  Pembatal wudhu ada empat, yaitu [1] apapun yang keluar dari salah satu dari dua jalan yaitu qubul (jalan depan/kemaluan) atau dubur (jalan belakang/ anus), baik kentut atau lainnya kecuali mani, [2] hilangnya akal dengan tidur atau lainnya kecuali tidurnya orang yang duduk sambil mengokohkan duduknya di tanah (lantai), dan [3] bersentuhannya kulit lelaki dengan perempuan yang kabiir (sudah punya syahwat) bukan mahram tanpa pembatas, dan [4] menyentuh qubul anak Adam atau lingkaran duburnya dengan telapak tangan atau jari-jarinya.

 

FAEDAH

Pembatal wudhu adalah sebab yang wudhu dianggap tidak ada lagi jika salah satu sebab itu muncul.

نَوَاقِضُ الْوُضُوْءِ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ:

[1] APAPUN YANG KELUAR DARI SALAH SATU DARI DUA JALAN YAITU QUBUL (JALAN DEPAN/KEMALUAN) ATAU DUBUR (JALAN BELAKANG/ ANUS), BAIK KENTUT ATAU LAINNYA, KECUALI MANI

Contoh yang keluar yang batal:

  • Kencing
  • Madzi
  • Wadi
  • Kentut
  • Buang hajat
  • Haidh
  • Nifas
  • Keputihan
  • Darah

Catatan: Keluar mani itu bukan pembatal wudhu, tetapi diperintahkan untuk mandi.

 

الثَّانِيْ: زَوَالُ الْعَقْلِ بِنَوْمٍ أَوْ غَيْرِهِ،إِلاَّ قَاعِدٍ مُمَكِّنٍ مَقْعَدَتَهُ مِنَ الأَرْضِ.

[2] HILANGNYA AKAL DENGAN TIDUR ATAU LAINNYA

Yang dimaksud adalah hilangnya tamyiz (tidak bisa lagi membedakan) secara yakin karena sebab tidur, gila, pingsan, penyakit ayan, mabuk, atau semacamnya.

Faedah: Akal itu disebut ‘aqlan karena mencegah pelakunya dari terjerumus dalam fawahisy (perbuatan keji).

KECUALI:

قَاعِدٍ مُمَكِّنٍ مَقْعَدَتَهُ مِنَ الأَرْضِ.

TIDURNYA ORANG YANG DUDUK SAMBIL MENGOKOHKAN DUDUKNYA DI TANAH (LANTAI), tidur seperti ini tidak membatalkan wudhu.

Qaa’id mumakkin yang dimaksud adalah tidak menjauh antara tempat yang diduduki dan bokong orangnya.

Catatan: Kalau tidurnya sudah berat, lebih baik mengulangi wudhu.

 

الثَّالِثُ: الْتِقَاءِ بَشَرَتَيْ رَجُلٍ وَامْرَأَةٍ كَبِيْرَيْنِ أَجْنَبِيَّيْنِ مِنْ غَيْرِ حَائِلٍ.

[3] BERSENTUHANNYA KULIT LELAKI DENGAN PEREMPUAN SUDAH PUNYA KECENDERUNGAN SYAHWAT BUKAN MAHROM TANPA PEMBATAS

Dalilnya adalah,

أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ

atau menyentuh perempuan.” (QS. Al-Ma’idah: 6).

Syarat batalnya wudhu karena bersentuhan lawan jenis:

  1. Bersentuhan kulit, BUKAN RAMBUT, KUKU, GIGI.
  2. Antara laki-laki dan perempuan
  3. Kabiiroin, sama-sama sudah memiliki syahwat, ketertarikan pada lawan jenis, meskipun belum baligh
  4. Ajnabiyyah, tidak memiliki hubungan mahram karena nasab, persusuan, atau pernikahan.
  5. Tanpa pembatas

Yang menyentuh dan disentuh sama-sama batal.

Baca juga: Dalil Lengkap Menyentuh Istri Membatalkan Wudhu

 

الرَّابعَ: مَسُّ قُبُلِ الآدَمِيِّ، أَوْ حَلْقَةِ دُبُرِهِ بِبَطْنِ الرَّاحَةِ، أِوْ بُطُوْنِ الأَصَابعِ.

[4] MENYENTUH QUBUL MANUSIA ATAU LINGKARANDUBURNYA DENGAN BAGIAN DALAM TELAPAK TANGAN ATAU BAGIAN DALAM JARI-JARINYA

Yang dimaksud adalah menyentuh bagian qubul secara jelas atau menyentuh lingkaran dubur seseorang walau dengan khuntsa (yang punya alat kemaluan ganda). Menyentuh yang dimaksud adalah dengan bagian dalam telapak tangan atau jari.

Orang yang menyentuh itulah yang batal wudhunya.

 

Ada beberapa hal yang tidak menjadi pembatal wudhu menurut ulama Syafi’iyah:

  1. Keluarnya darah dari badan karena beberapa riwayat menyebutkan bahwa para sahabat ada yang kena tusukan senjata, tetapi tetap melanjutkan rukuk dan sujud.
  2. Makan daging apa pun.
  3. Tertawa tidak membatalkan wudhu, tetapi membatalkan shalat.
  4. Muntah, dianggap seperti hukum keluar darah.

 

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan dalam Al-Majmu’ (2:63), “Hukum asal adalah tidak membatalkan wudhu sampai adanya dalil. Qiyas (analogi) dalam hal ini juga tidak berlaku karena ‘illah atau alasan hukum itu ada sifatnya tidak bisa dilogikakan (artinya: kita harus ikut pada dalil).”

 

Makan daging unta tidak membatalkan wudhu

Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim mengatakan, “Inilah dalil yang paling kuat bahwa makan daging unta membatalkan wudhu, walaupun pendapat ini sejatinya menyelisihi jumhur atau kebanyakan ulama.”

وَعَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; – أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – أَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ اَلْغَنَمِ? قَالَ: إِنْ شِئْتَ قَالَ: أَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ اَلْإِبِلِ ? قَالَ: نَعَمْ – أَخْرَجَهُ مُسْلِم ٌ

Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhuma, seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah aku harus berwudhu setelah makan daging kambing?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jika engkau mau.” Orang itu bertanya lagi, “Apakah aku harus berwudhu setelah memakan daging unta?” Beliau menjawab, “Iya.” (HR. Muslim, no. 360)

 


Artikel asli: https://rumaysho.com/31052-safinatun-naja-syarat-dan-pembatal-wudhu.html